Rabu, 21 September 2011

Wejangan kanjeng sunan Kalijaga


Wejangan kanjeng sunan Kalijaga kepada muridnya


Urip iku neng ndonya tan lami. (hidup didunia tak selamanya)

Umpamane jebeng menyang pasar.( seumpama kita pergi ke pasar)

Tan langgeng neng pasar bae.(tidak selamanya dipasar saja)

Tan wurung nuli mantuk.(tidak akan batal untuk pulang)

Mring wismane sangkane uni.(kerumah asalnya dulu)

Ing mengko aja samar.(jangan meragukan)

Sangkan paranipun.(asal usul nya)

Ing mengko podo weruha.( nanti semua orang akan tahu)

Yen asale sangkan paran duk ing nguni.(kalau asalnya dari rumah yang dulu)

Aja nganti kesasar.(jangan sampai tersesat)

Yen kongsiho sasar jeroning pati.(apalagi jika tersesat dalam hidup sebelum mati)

Dadya tiwas uripe kesasar.(maka akan sia- sia hidup jika harus tersesat)

Tanpa pencokan sukmane.(tanpa jiwa)

Separan-paran nglangut.(pergi kemana-mana)

Kadya mega katut ing angin.(seperti mega terbawa angin)

Wekasan dadi udan.(akhirnya jadi hujan)

Mulih marang banyu.(pulang kepada air)

Dadi bali muting wadag.(jadi kembali keasalnya)

Ing wajibe sukma tan kena ing pati(karena jiwa tidak akan pernah mati)

Langgeng donya akherat.(kekal abadi dunia akherat)

Wejangan Kanjeng Sunan Kalijogo marang Kyai Ageng Bayat Semarang

(Sekar Macapat – kanthi Tembang Dandang Gulo).

kira-kira demikian arti dari wejangan tersebut dan saya berharap kepada para ahli bahasa jawa untuk menyempurnakan intrpretasi yg mungkin masih ada kesalahan. semoga bermanfaat…….salam.

SUNAN KALIJAGA MENCARI GURU SEJATI


SUNAN KALIJAGA MENCARI GURU SEJATI

Di antara para wali yang lain, Kanjeng Sunan Kalijaga bisa dikatakan satu-satunya wali yang menggunakan pendekatan yang pas yaitu budaya Jawa. Dia sadar, tidak mungkin menggunakan budaya lain untuk menyampaikan ajaran sangkan paraning dumadi secara tepat. Budaya arab tidak cocok diterapkan di Jawa karena manusia Jawa sudah hidup sekian ratus tahun dengan budayanya yang sudah mendarah daging. Bahkan, setelah “dilantik” menjadi wali, dia mengganti jubahnya dengan pakaian Jawa memakai blangkon atau udeng.

Nama mudanya Raden Syahid, putra adipati Tuban yaitu Tumenggung Wilatikta dan Dewi Nawangrum. Kadpiaten Tuban sebagaimana Kadipaten yang lain harus tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Nama lain Tumenggung Wilatikta adalah Ario Tejo IV, keturunan Ario Tejo III, II dan I. Arti Tejo I adalah putra Ario Adikoro atau Ronggolawe, salah seorang pendiri Kerajaan Majapahit. Jadi bila ditarik dari silsilah ini, Raden Syahid sebenarnya adalah anak turun pendiri kerajaan Majapahit.

Raden Syahid lahir di Tuban saat Majapahit mengalami kemunduran karena kebijakan yang salah kaprah, pajak dan upeti dari masing-masing kadipaten yang harus disetor ke Kerajaan Majapahit sangat besar sehingga membuat miskin rakyat jelata. Suatu ketika, Tuban dilanda kemarau panjang, rakyat hidup semakin sengsara hingga suatu hari Raden Syahid bertanya ke ayahnya: “Bapa, kenapa rakyat kadipaten Tuban semakin sengsara ini dibuat lebih menderita oleh Majapahit?”. Sang ayah tentu saja diam sambil membenarkan pertanyaan anaknya yang kritis ini.

Raden Syahid yang melihat nasib rakyatnya merana, terpanggil untuk berjuang dengan caranya sendiri. Cara yang khas anak muda yang penuh semangat juang namun belum diakui eksistensinya; menjadi “Maling Cluring”, yaitu pencuri yang baik karena hasil curiannya dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin yang menderita. Tidak hanya mencuri, melainkan juga merampok orang-orang kaya dan kaum bangsawan yang hidupnya berkecukupan.

Suatu ketika, perbuatan mulia namun tidak lazim itu diketahui oleh sang ayah dan sang ayah tanpa ampun mengusir Raden Syahid karena dianggap mencoreng moreng kehormatan keluarga adipati. Pengusiran tidak hanya dilakukan sekali namun beberapa kali. Saat diusir Raden Syahid kembali melakukan perampokan namun sialnya dia tertangkap pengawal kadipaten hingga sang ayah kehabisan akal sehat. “Syahid anakku, kini sudah waktunya kamu memilih, kau yang suka merampok itu pergi dari wilayah Tuban atau kau harus tewas di tangan anak buahku”. Syahid tahu dia saat itu harus benar-benar pergi dari wilayah Tuban dan akhirnya, dia pun dengan hati gundah pergi tanpa arah tujuan yang jelas. Suatu hari dalam perjalanannya di hutan Jati Wangi, dia bertemu lelaki tua yang kemudian memperkenalkan dirinya sebagai Sunan Bonang. Sunan Bonang adalah putra dan murid Sunan Ampel yang berkedudukan di Bonang, dekat Tuban.

Syahid yang ingin merampok Sunan Bonang akhirnya harus bertekuk lutut dan Syahid akhirnya berguru pada Sunan Bonang. Oleh Bonang yang saat itu sudah jadi guru spiritual ini, Syahid diminta duduk diam bersila di pinggir sungai. Posisi duduk diam meneng ini di kalangan para yogi dikenal dengan posisi meditasi. Syahid saat itu telah bertekad untuk mengubah orientasi hidupnya secara total seratus delapan puluh derajat. Yang awalnya dia berjuang dalam bentuk fisik, menjadi perjuangan dalam bentuk batin (metafisik). Dia telah meninggalkan syariat masuk ke ruang hakekat untuk mereguk nikmatnya makrifat. Namun syarat yang diajarkan Sunan Bonang cuma satu: duduk, diam, meneng, mengalahkan diri/ego dan patuh pada sang guru sejati (kesadaran ruh). Untuk menghidupkan kesadaran guru sejati (ruh) yang sekian lama terkubur dan tertimbun nafsu dan ego ini, Bonang menguji tekad Raden Syahid dengan menyuruhnya untuk diam di pinggir kali.

Ya, perintahnya hanya diminta untuk diam tok, tidak diminta untuk dzikir atau ritual apapun. Cukup diam atau meneng di tempat. Dia tidak diminta memikirkan tentang Tuhan, atau Dzat Yang Adikodrati yang menguasai alam semesta. Tidak, Sunan Bonang hanya meminta agar sang murid untuk patuh, yaitu DIAM, MENENG, HENING, PASRAH, SUMARAH, SUMELEH. Awalnya, orang diam pikirannya kemana-mana. Namun sekian waktu diam di tempat, akal dan keinginannya akhirnya melemas dan akhirnya benar-benar tidak memiliki daya lagi untuk berpikir, energi keinginan duniawinya lepas landas dan lenyap. Raden Syahir mengalami suwung total, fana total karena telah hilang sang diri/ego.

“BADANKU BADAN ROKHANI, KANG SIFAT LANGGENG WASESA, KANG SUKSMA PURBA WASESA, KUMEBUL TANPA GENI, WANGI TANPA GANDA, AKU SAJATINE ROH SAKALIR, TEKA NEMBAH, LUNGO NEMBAH, WONG SAKETI PADA MATI, WONG SALEKSA PADA WUTA, WONG SEWU PADA TURU, AMONG AKU ORA TURU, PINANGERAN YITNA KABEH….”

Demikian gambaran kesadaran ruh Raden Syahid kala itu. Berapa lama Raden Syahid diam di pinggir sungai? Tidak ada catatan sejarah yang pasti. Namun dalam salah satu hikayat dipaparkan bahwa sang sunan bertapa hingga rerumputan menutupi tubuhnya selama lima tahu. Setelah dianggap selesai mengalami penyucian diri dengan bangunnya kesadaran ruh, Sunan Bonang menggembleng muridnya dengan kawruh ilmu-ilmu agama. Dianjurkan juga oleh Bonang agar Raden Syahid berguru ke para wali yang sepuh yaitu Sunan Ampel di Surabaya dan Sunan Giri di Gresik. Raden Syahid yang kemudian disebut Sunan Kalijaga ini menggantikan Syekh Subakir gigih berdakwah hingga Semenanjung Malaya hingga Thailand sehingga dia juga diberi gelar Syekh Malaya.

Malaya berasal dari kata ma-laya yang artinya mematikan diri. Jadi orang yang telah mengalami “mati sajroning urip” atau orang yang telah berhasil mematikan diri/ego hingga mampu menghidupkan diri-sejati yang merupakan guru sejati-NYA. Sebab tanpa berhasil mematikan diri, manusia hanya hidup di dunia fatamorgana, dunia apus-apus, dunia kulit. Dia tidak mampu untuk masuk ke dunia isi, dan menyelam di lautan hakikat dan sampai di palung makrifatullah.

Salah satu ajaran Sunan Kalijaga yang didapat dari guru spiritualnya, Sunan Bonang, adalah ajaran hakikat shalat sebagaimana yang ada di dalam SULUK WUJIL: UTAMANING SARIRA PUNIKI, ANGRAWUHANA JATINING SALAT, SEMBAH LAWAN PUJINE, JATINING SALAT IKU, DUDU NGISA TUWIN MAGERIB, SEMBAH ARANEKA, WENANGE PUNIKU, LAMUN ARANANA SALAT, PAN MINANGKA KEKEMBANGING SALAM DAIM, INGARAN TATA KRAMA. (Unggulnya diri itu mengetahui HAKIKAT SALAT, sembah dan pujian. Salat yang sesungguhnya bukanlah mengerjakan salat Isya atau maghrib. Itu namanya sembahyang. Apabila disebut salat, maka itu hanya hiasan dari SALAT DAIM, hanya tata krama).

Di sini, kita tahu bahwa salat sejati adalah tidak hanya mengerjakan sembah raga atau tataran syariat mengerjakan sholat lima waktu. Salat sejati adalah SALAT DAIM, yaitu bersatunya semua indera dan tubuh kita untuk selalu memuji-Nya dengan kalimat penyaksian bahwa yang suci di dunia ini hanya Tuhan: HU-ALLAH, DIA ALLAH. Hu saat menarik nafas dan Allah saat mengeluarkan nafas. Sebagaimana yang ada di dalam Suluk Wujil: PANGABEKTINE INGKANG UTAMI, NORA LAN WAKTU SASOLAHIRA, PUNIKA MANGKA SEMBAHE MENENG MUNI PUNIKU, SASOLAHE RAGANIREKI, TAN SIMPANG DADI SEMBAH, TEKENG WULUNIPUN, TINJA TURAS DADI SEMBAH, IKU INGKANG NIYAT KANG SEJATI, PUJI TAN PAPEGETAN. (Berbakti yang utama tidak mengenal waktu. Semua tingkah lakunya itulah menyembah. Diam, bicara, dan semua gerakan tubuh merupakan kegiatan menyembah. Wudhu, berak dan kencing pun juga kegiatan menyembah. Itulah niat sejati. Pujian yang tidak pernah berakhir)

Jadi hakikat yang disebut Sholat Daim nafas kehidupan yang telah manunggaling kawulo lan gusti, yang manifestasinya adalah semua tingkah laku dan perilaku manusia yang diniatkan untuk menyembah-Nya. Selalu awas, eling dan waspada bahwa apapun yang kita pikirkan, apapun yang kita kehendaki, apapun yang kita lakukan ini adalah bentuk yang dintuntun oleh AKU SEJATI, GURU SEJATI YANG SELALU MENYUARAKAN KESADARAN HOLISTIK BAHWA DIRI KITA INI ADALAH DIRI-NYA, ADA KITA INI ADALAH ADA-NYA, KITA TIDAK ADA, HANYA DIA YANG ADA.

Sholat daim ini juga disebut dalam SULUK LING LUNG karya Sunan Kalijaga: SALAT DAIM TAN KALAWAN, MET TOYA WULU KADASI, SALAT BATIN SEBENERE, MANGAN TURU SAHWAT NGISING. (Jadi sholat daim itu tanpa menggunakan syariat wudhu untuk menghilangkan hadats atau kotoran. Sebab kotoran yang sebenarnya tidak hanya kotoran badan melainkan kotoran batin. Salat daim boleh dilakukan saat apapun, misalnya makan, tidur, bersenggama maupun saat membuang kotoran.)

Ajaran makrifat lain Sunan Kalijaga adalah IBADAH HAJI. Tertera dalam Suluk Linglung suatu ketika Sunan Kalijaga bertekad pergi ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji. Di tengah perjalanan dia dihentikan oleh Nabi Khidir. Sunan dinasehati agar tidak pergi sebelum tahu hakikat ibadah haji agar tidak tersesat dan tidak mendapatkan apa-apa selain capek. Mekah yang ada di Saudi Arabia itu hanya simbol dan MEKAH YANG SEJATI ADA DI DALAM DIRI. Dalam suluk wujil disebutkan sebagai berikut:
NORANA WERUH ING MEKAH IKI, ALIT MILA TEKA ING AWAYAH, MANG TEKAENG PRANE YEN ANA SANGUNIPUN, TEKENG MEKAH TUR DADI WALI, SANGUNIPUN ALARANG, DAHAT DENING EWUH, DUDU SREPI DUDU DINAR, SANGUNIPUN KANG SURA LEGAWENG PATI, SABAR LILA ING DUNYA.

MESJID ING MEKAH TULYA NGIDERI, KABATOLLAH PINIKANENG TENGAH, GUMANTUNG TAN PACACANTHEL, DINULU SAKING LUHUR, LANGIT KATON ING NGANDHAP IKI, DINULU SAKING NGANDHAP, BUMI ANENG LUHUR, TINON KULON KATON WETAN, TINON WETAN KATON KULON IKU SINGGIH TINGALNYA AWELASAN.

(Tidak tahu Mekah yang sesugguhnya. Sejak muda hingga tua, seseorang tidak akan mencapai tujuannya. Saat ada orang yang membawa bekal sampai di Mekah dan menjadi wali, maka sungguh mahal bekalnya dan sulit dicapai. Padahal, bekal sesungguhnya bukan uang melainkan KESABARAN DAN KESANGGUPAN UNTUK MATI. SESABARAN DAN KERELAAN HIDUP DI DUNIA. Masjid di Mekah itu melingkar dengan Kabah berada di tengahnya. Bergantung tanpa pengait, maka dilihat dari atas tampak langit di bawah, dilihat dari bawah tampak bumi di atas. Melihat yang barat terlihat timur dan sebalinya. Itu pengelihatan yang terbalik).

Maksudnya, bahwa ibadah haji yang hakiki adalah bukanlah pergi ke Mekah saja. Namun lebih mendalam dari penghayatan yang seperti itu. Ibadah yang sejati adalah pergi ke KIBLAT YANG ADA DI DALAM DIRI SEJATI. Yang tidak bisa terlaksana dengan bekal harta, benda, kedudukan, tahta apapun juga. Namun sebaliknya, harus meletakkan semua itu untuk kemudian meneng, diam, dan mematikan seluruh ego/aku dan berkeliling ke kiblat AKU SEJATI. Inilah Mekah yang metafisik dan batiniah. Memang pemahaman ini seperti terbalik, JAGAD WALIKAN. Sebab apa yang selama ini kita anggap sebagai KEBENARAN DAN KEBAIKAN MASIHLAH PEMAHAMAN YANG DANGKAL. APA YANG KITA ANGGAP TERBAIK, TERTINGGI SEPERTI LANGIT DAN PALING BERHARGA DI DUNIA TERNYATA TIDAK ADA APA-APANYA DAN SANGAT RENDAH NILAINYA.

Apa bekal agar sukses menempuh ibadah haji makrifat untuk menziarahi diri sejati? Bekalnya adalah kesabaran dan keikhlasan. Sabar berjuang dan memiliki iman yang teguh dalam memilih jalan yang barangkali dianggap orang lain sebagai jalan yang sesat. Ibadah haji metafisik ini akan mengajarkan kepada kita bahwa episentrum atau pusat spiritual manusia adalah BERTAWAF. Berkeliling ke RUMAH TUHAN, berkeliling bahkan masuk ke AKU SEJATI dengan kondisi yang paling suci dan bersimpuh di KAKI-NYA YANG MULIA. Tujuan haji terakhir adalah untuk mencapai INSAN KAMIL, yaitu manusia sempurna yang merupakan kaca benggala kesempurnaan-Nya.

Sunan Kalijaga adalah manusia yang telah mencapai tahap perjalanan spiritual tertinggi yang juga telah didaki oleh Syekh Siti Jenar. Berbeda dengan Syekh Siti Jenar yang berjuang di tengah rakyat jelata, Sunan Kalijaga karena dilahirkan dari kerabat bangsawan maka dia berjuang di dekat wilayah kekuasaan. Di bidang politik, jasanya terlihat saat akan mendirikan kerajaan Demak, Pajang dan Mataram. Sunan Kalijaga berperan menasehati Raden Patah (penguasa Demak) agar tidak menyerang Brawijaya V (ayahnya) karena beliau tidak pernah berlawanan dengan ajaran akidah. Sunan Kalijaga juga mendukung Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang dan menyarankan agar ibukota dipindah dari Demak ke Pajang (karena Demak dianggap telah kehilangan kultur Jawa.

Pajang yang terletak di pedalaman cocok untuk memahami Islam secara lebih mendalam dengan jalur Tasawuf. Sementara kota pelabuhan jalurnya syariat. Jasa lain Sunan Kalijaga adalah mendorong Jaka Tingkir (Pajang) agar memenuhi janjinya memberikan tanah Mataram kepada Pemanahan serta menasehati anak Pemanahan, yaitu Panembahan Senopati agar tidak hanya mengandalkan kekuatan batin melalui tapa brata, tapi juga menggalang kekuatan fisik dengan membangun tembok istana dan menggalang dukungan dari wilayah sekeliling. Bahkan Sunan Kalijaga juga mewariskan pada Panembahan Senopati baju rompi Antakusuma atau Kyai Gondhil yang bila dipakai akan kebal senjata apapun

Wejangan Nabi Khidir Kepada Sunan Kalijaga

Belajar dari Wejangan Nabi Khiddir pada Sunan Kalijaga






















Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari pengalaman hidup, baik itu pengalaman hidup pribadi maupun orang lain. Orang Jawa menyebut belajar pada pengalaman orang lain itu sebagai "kaca benggala". Nah, kini kita belajar pada pengalaman dari Kanjeng Sunan Kalijaga.



Ketika itu, Kanjeng Sunan Kalijaga yang juga dijuluki Syech Malaka berniat hendak pergi ke Mekkah. Tetapi, niatnya itu akhirnya dihadang Nabi Khidir. Nabi Khidir berpesan hendaknya Kanjeng Sunan Kalijaga mengurungkan niatnya untuk pergi ke Mekkah, sebab ada hal yang lebih penting untuk dilakukan yakni kembali ke pulau Jawa. Kalau tidak, maka penduduk pulau Jawa akan kembali kafir.

Bagaimana wejangan dari Nabi Khidir pada Kanjeng Sunan Kalijaga? Hal itu tercetus lewat Suluk Linglung Sunan Kalijaga. Inilah kutipan wejangannya:

Birahi ananireku,
aranira Allah jati.
Tanana kalih tetiga,
sapa wruha yen wus dadi,
ingsun weruh pesti nora,
ngarani namanireki


Timbullah hasrat kehendak Allah menjadikan terwujudnya dirimu; dengan adanya wujud dirimu menunjukkan akan adanya Allah dengan sesungguhnya; Allah itu tidak mungkin ada dua apalagi tiga. Siapa yang mengetahui asal muasal kejadian dirinya, saya berani memastikan bahwa orang itu tidak akan membanggakan dirinya sendiri.

Sipat jamal ta puniku,
ingkang kinen angarani,
pepakane ana ika,
akon ngarani puniki,
iya Allah angandika,
mring Muhammad kang kekasih.


Ada pun sifat jamal (sifat terpuji/bagus) itu ialah, sifat yang selalu berusaha menyebutkan, bahwa pada dasarnya adanya dirinya, karena ada yang mewujudkan adanya. Demikianlah yang difirmankan Allah kepada Nabi Muhammad yang menjadi Kekasih-Nya

Yen tanana sira iku,
ingsun tanana ngarani,
mung sira ngarani ing wang,
dene tunggal lan sireki iya Ingsun iya sira,
aranira aran mami


Kalau tidak ada dirimu, Allah tidak dikenal/disebut-sebut; Hanya dengan sebab ada kamulah yang menyebutkan keberadaan-Ku; Sehingga kelihatan seolah-olah satu dengan dirimu. Adanya AKU, Allah, menjadikan dirimu. Wujudmu menunjukkan adanya Dzatku

Tauhid hidayat sireku,
tunggal lawan Sang Hyang Widhi,
tunggal sira lawan Allah,
uga donya uga akhir,
ya rumangsana pangeran,
ya Allah ana nireki.


Tauhid hidayah yang sudah ada padamu, menyatu dengan Tuhan. Menyatu dengan Allah, baik di dunia maupun di akherat. Dan kamu merasa bahwa Allah itu ada dalam dirimu

Ruh idhofi neng sireku,
makrifat ya den arani,
uripe ingaranan Syahdat,
urip tunggil jroning urip sujud rukuk pangasonya,
rukuk pamore Hyang Widhi


Ruh idhofi ada dalam dirimu. Makrifat sebutannya. Hidupnya disebut Syahadat (kesaksian), hidup tunggal dalam hidup. Sujud rukuk sebagai penghiasnya. Rukuk berarti dekat dengan Tuhan pilihan.

Sekarat tananamu nyamur,
ja melu yen sira wedi,
lan ja melu-melu Allah,
iku aran sakaratil,
ruh idhofi mati tannana,
urip mati mati urip.


Penderitaan yang selalu menyertai menjelang ajal (sekarat) tidak terjadi padamu. Jangan takut menghadapi sakratulmaut, dan jangan ikut-ikutan takut menjelang pertemuanmu dengan Allah. Perasaan takut itulah yang disebut dengan sekarat. Ruh idhofi tak akan mati; Hidup mati, mati hidup

Liring mati sajroning ngahurip,
iya urip sajtoning pejah,
urip bae selawase,
kang mati nepsu iku,
badan dhohir ingkang nglakoni,
katampan badan kang nyata,
pamore sawujud, pagene ngrasa matiya,
Syekh Malaya (S.Kalijaga) den padhang sira nampani,
Wahyu prapta nugraha.


mati di dalam kehidupan. Atau sama dengan hidup dalam kematian. Ialah hidup abadi. Yang mati itu nafsunya. Lahiriah badan yang menjalani mati. Tertimpa pada jasad yang sebenarnya. Kenyataannya satu wujud. Raga sirna, sukma mukhsa. Jelasnya mengalami kematian! Syeh Malaya (S.Kalijaga), terimalah hal ini sebagai ajaranku dengan hatimu yang lapang. Anugerah berupa wahyu akan datang padamu.

Dari wejangan tersebut kita bisa lebih mengenal GUSTI ALLAH dan seharusnya manusia tidak takut untuk menghadapi kematian. Disamping itu juga terdapat wejangan tentang bagaimana seharusnya semedi yang disebut "mati sajroning ngahurip" dan bagaimana dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

Selasa, 13 September 2011

Pengurus Pusat PSHT Madiun






DAFTAR PENGURUS PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE
PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE PUSAT MADIUN



Sekretariat :
Padepokan Persaudaraan Setia Hati Terate
Jl. Merak Nambangan Kidul, Kota Madiun
Telp. (0351) 451548, 451180

Ketua Umum : H. TARMADJI BOEDI HARSONO, SE.
Ketua I : Drs. R. MOERDJOKO
Ketua II : Ir. RB. WIJONO
Ketua III : Drs. H. M. SINGGIH
Ketua IV : Drs. MOERHANDOKO
Ketua V : Ir. SAKTI TAMAT

Sekretaris Umum
Sekretaris I : SUDIRMAN, S.Sos.
Sekretaris II : DR. Aliyadi Ika. MM.

Bendahara
Bendahara I : H. WINARSO HM.
Bendahara II : DJUNAEDI SUPRAYITNO, S.Sos.

Nasihat Pesilat Kepada Anaknya Yang Hendak Belajar Silat Kepada Orang Lain

Nasehat Pesilat Ketika Anaknya Hendak Belajar Silat Pada Orang Lain






Nasehat Pesilat Ketika Anaknya Hendak Belajar Silat Pada Orang Lain
hanya ini yg bisa kubagi

Nak, jika engkau hendak berguru silat pada seseorang hendaknya kau cam ini ;

Jika kau telah hendak datang kepadanya.

Berarti setidaknya kau telah mempercayainya, jagalah kepercayaan itu

Jika kau telah sampai tempatnya

Berarti kau sudah telah ada niat untuk belajar

Maka rendahkanlah dirimu di hadapannya karena kau datang untuk menjadi muridnya

Jika pada waktunya sampai kau belajar dan menerima pelajarannya

Namun kau pernah tahu dan lihat, anggaplah itu latihan mengingat apa yang telah kau ingat. Jangan menganggap dirimu telah hebat, tetaplah hormat padanya

Jika belum, janganlah kau anggap remeh, karena kadang hal remeh dapat mencelakakan seperti halnya kebocoran kecil pada kapal besar

Tetaplah jujur pada dirimu

Andaikan yang kau jadikan guru bertubuh kecil dan telah berumur lanjut maka tetap hormatlah padanya tanpa harus melihat hal itu.

Begitu juga jika gurumu bertubuh tinggi besar dan tegap dan berumur tak jauh darimu tetaplah hormat layaknya murid

Berpikirlah baik dan ambil pengandaian yang setara dalam benakmu

Andai saja kau merasa lebih kuat dan tubuhmu lebih besar daripadanya namun ia mahir dalam berjurus, maka lihatlah dan rasakan pada dirimu dan teruslah berpikir, ” jurus orang yang lebih kecil ini mampu menahan yang lebih besar, bagaimana jika aku yang besar menguasainya?”

Jikalau ia telah tua dan berumur maka berpikirlah,”setua ini masih begitu bagus dan mampu mahir dalam berjurus apalagi saat muda dulu?” dan berpikirlah,” sanggupkah dirimu sepertinya saat setua itu?”

Kalaupun gurumu itu muda, kuat dan berbadan tegap melebihimu maka tetaplah berbaik pikir dan sangka, dan tetapkan dalam hatimu,”aku harus sekuat dan semahir dia jika belajar ini nanti”

Pada saatnya nanti kau akan temui hal yang baru yang belum pernah kau alami dan terasa asing

Tanyakanlah dengan niatan tulus bertanya dengan tidak menghakimi

Banyak hal berbentuk perlambang yang akan kau temui sebagai bentuk kesantunan dan tata krama adab timur maka datanglah sebagai orang yang mencoba mafhum dan memahaminya

Andai gurumu meminta sebutir telur sebagai syarat menjadi murid, pahamilah bahwa kau datang sebagai “telur’ yang harus dierami hingga tumbuh menjadi ayam yang memerlukan induk. Jika makna simbolis ini tak juga kau pahami, anggaplah telur itu untuk lauk teman makan gurumu yang dapat memberi protein sebagai asupan gizi di sarapan paginya.

Bisa jadi kau akan temui guru yang mensyaratkanmu membawa pisau tumpul atau mungkin juga meminta pisau yang tajam. Maka pahamilah bahwa kau datang memang “tumpul” dalam keilmuan yang belum kau pelajari darinya, ikhlaslah kau di”asah” olehnya. Namun jika meminta pisau tajam, maka itu berarti pemberian pisau tajam itu bermaksud memotong ke“aku”an dan kesombonganmu, ikhlas kau jika ditegur dan dinasehatinya. Namun jika kau tak juga mau mengerti kedua hal ini, tetaplah berbaik sangka. Mungkin gurumu memang memerlukan pisau entah untuk dapur atau keperluan lainnya. Tak susah memberikan sepotong pisau padanya bukan?

Atau ada syarat yang meminta garam dan cabai merah, itu memiliki makna bahwa kau jika belajar di silat harus hingga te “rasa” dan jangan kepalang tanggung. Jika harus asin maka haruslah seperti garam di laut atau jika pedas maka harus bagaikan cabai merah. Tapi jika dalam benakmu ada perasaan “menolak” meski secuil karena urusan rasional maka berpikirlah, guru hanya meminta cabai dan garam… mungkin ia memerlukannya. Penuhilah karena hal itu mudah….

Jika ia meminta syarat kembang tujuh rupa dan kau harus dimandikan saat malam selesai berlatih dan pemahamanmu tak sampai hingga masalah energi dan hubungan antara kembang-kembang dalam air itu untuk apa, maka anggaplah itu agar kau segar dan tak lagi berbau keringat setelah selesai belajar silat dan tetaplah berpikir jernih mungkin jaman guru dari guruku dulu belum ada sabun. Dan anggaplah itu sabun alami yang baik ketimbang yang terbuat dari bahan kimia.

Jika ada permintaan selembar kain untuknya maka pahamilah bahwa memang seharusnya murid memberikan kebutuhan pakaian sang guru, jika kau berlebih belikanlah pakaian yang terbaik untuk gurumu.

Jika kau dapati ia meminta beras secupak atau setanggang… pahamilah bahwa memang sepantasnya dan seharusnyalah murid dalam menuntut ilmu tak boleh mengganggu kebutuhan dapur sang guru, maka penuhilah kebutuhan hariannya jika kau sanggup. Jangan meremehkan permintaannya yang hanya meminta beras secupak apalagi menertawakannya dengan menganggap betapa “murah”nya belajar padanya, tidak nak… ilmu silat itu sangat berarti dan tak ternilai, ketika kau memberi gurumu beras yang sedikit itu dengan merendahkan dan menertawakannya berarti hargamu dan pemahamanmu hanya sampai beras secupak itulah, maka janganlah kau persempit pemikiranmu hanya sampai di sana.

Jika ia bilang padamu bahwa tak ada bayaran atau bayar seikhlasnya dalam belajar silat, maka pahamilah bahwa silat memang tak sepadan dengan nilai uang maka berikanlah yang terbaik. Jika ia meminta seikhlasnya, janganlah kau anggap bahwa hanya sepeser dua peser uangmulah yang cukup untuknya. Namun ia meminta muridnya senang hati membantu gurunya. Maka berpikirlah kau dalam posisinya, manakah yang akan membuatmu ikhlas sebagai guru jika menerima lima puluh ribu atau lima juta? Tentunya kita akan sangat ikhlas menerima rejeki yang lebih besar. Maka ukurlah keikhlasanmu itu juga dengan keikhlasan menerima gurumu. Jika tak mampu memberi besar maka memberikanlah yang cukup. Jika kau tak mampu juga dengan materi, bantulah dengan tenagamu, pikiranmu dan pengabdianmu.

Jika kau dapati acara kecer, peureuh atau teteskan mata dengan air sirih maka berpikirlah bahwa memang diperlukan membersihkan matamu saat telah belajar silat jika kau tak mampu memahami hingga ke hal tersebut. Anggap itu sebagai perhatian gurumu pada muridnya

Bilamana kau temui bahwa selesai belajar jurus gurumu mengurut / memijat tangan murid satu persatu dan seringkali dianggap sebagai “menurunkan elmu” maka jika kau tak mau berpikir demikian, tetaplah berpikir baik, itu mungkin salah satu kebaikan seorang guru untuk menghilangkan efek latihan seperti cidera atau pegal atau apalah yang ada di tangan muridnya, ia mau mengurut atau memijatnya. Dan jangan beranggapan dengan diurut kau bisa semua ilmu yang ada di gurumu dan tahu segalanya, karena dalam silat hanya mengenal yang terus belajar dan mengasah serta mengertilah yang akan tajam keilmuannya.

Jika ada yang bertentangan dengan apa yang kau tahu, janganlah lantas kau mencerca dan mencacinya di belakang. Akan tetapi tetaplah lihat dalam sisi baiknya. Kalau saja gurumu dalam pengetahuan agama Islam kurang dan menganggap bahwa ayat dan bacaan dalam menghalau ini itu, atau dengan “hanya” bismillaah dia dapat tak mempan dibacok. Janganlah lantas kau hakimi dia, renungkanlah bahwa dengan bismillaahnya orang yang berpengetahuan agama sedikit dibandingmu, kenapa mampu membukakan pintu langit hingga Allah melindunginya dari senjata tajam yang mengenai kulitnya? Terlepas dari bantuan jin atau apa, ini tetap adalah kebaikan Allah yang rahman pada mahluk-Nya. Belajarlah tentang apa yang menjadi keikhlasannya hingga mampu mengetuk pintu langit. Jika masih juga pikiranmu tak menerima hal ini, maka anggaplah…. Sungguh Maha Kuasa dan Maha Penyayang Allah pada mahluk-Nya, hingga semua yang tak mampu akal terima bisa kau lihat.

Agama kita tak pernah melarang menimba ilmu pada siapapun untuk kebaikan, meski yang akan kau pelajari membuat panah sekalipun atau pedang yang dalam benak setiap orang itu adalah alat untuk membunuh. Namun tidak demikian dalam hidup ini, nak. Panah mungkin untuk bisa untuk membunuh, namun banyak orang di hutan belantara sana yang memanah untuk kebutuhan makan yang akan menghidupi keluarganya yg jika mereka hidup dapat menjalankan kewajiban untuk Tuhannya. Pedang tak selamanya alat bunuh, kini banyak kau lihat itu sebagai alat perlambang status atau sekedar pajangan… Jika kau murid yang baik dan lebih berpengetahuan agama lebih baik dari guru silatmu, perlihatkanlah segala kebaikan yang kau pelajari dari agama buatlah ia bangga kau jadi muridnya. Nantinya tak perlu kau ajari seseorang guru yang telah terpikat oleh kebaikanmu.

Jika gurumu berkata-kata, ingatlah. Jika ia memiliki kesalahan maafkanlah.

Jika ada terlihat jelek dan aib pada gurumu, jadikanlah pelajaran bahwa kau tak harus sepertinya, tetaplah ambil kebaikan yang ada padanya. Tinggalkanlah yang jelek. Karena meski keluar dari tempat yang sama, telur ayamlah yang diambil oleh kita untuk makan ketimbang yang lain.

Jika ia bergurau tetaplah anggap sebagai gurumu yang menggantikan orang tuamu mendidik. Jika kau senang bercanda, jadikan candamu untuk membuat gurumu tertawa dan terhibur, bukan menjadikan gurumu bahan tertawaanmu dan untuk menghibur orang lain

Jika saat bersedih, datang dan hibur meski kau tak memiliki apapun, kehadiran murid saat guru bersedih bagaikan orang tua yang bersedih namun didatangi anak-anaknya.

Jika ia memiliki kekurangan, cukupkanlah jika kau mampu dan tutupilah.

Tiap manusia memiliki kelebihan, pelajarilah kelebihannya itu. namun ia juga memiliki kekurangan maka tutupilah dengan daya dan upaya juga kelebihan yang kau miliki.

Dalam belajar jangan kau bawa apa yang kau miliki dan yang kau tahu, namun datanglah sebagai cawan yang kosong untuk dipenuhi oleh ilmu yg akan ia bagi. Jangan kau isikan cawanmu dulu, karena tak selamanya yang dicampur akan memiliki rasa baik.

Merendahlah di hadapan seorang gurumu nak, itu akan menaikkan derajatmu di mata orang lain. Namun jangan kau rendah diri saat kau hanya belajar silat di halaman rumah gurumu yang hanya sepetak atau hingga tak memiliki lahan, gurumu melatihmu di dapur. Bahagialah kau nak, memiliki guru yang rela memberi ‘ruang pribadi’ yang seharusnya tabu dimasuki orang lain namun boleh kau gunakan. Itu penghargaan guru terhadap murid, terimalah. Jadikan pelajaran bagimu bahwa banyak cara orang yang harus kau pahami dan hargai.

Sekalipun nantinya guru silatmu hanyalah seorang tukang becak, pedagang asongan, hansip, penjaga pintu kereta api atau seorang tukang sampah sekalipun, tetaplah belajar padanya tak perlu malu. Jangan kau melihat artian hidup ini hanya dari buku yang dibuat, namun belajarlah dari kehidupan. Filosofi silat itu nyata di depan matamu nak. Jangan kau merasa rendah diri dengan belajar pada mereka yang hanya memiliki pekerjaan yang menurutmu di bawahmu. Dan jangan pula hanya dengarkan makna dari artian filosofi bela diri yang dibuat orang dan bangsa lain yang telah tertata di dalam bukunya, hidup ini tertata bukan seperti urutan dalam buku namun tertata dalam keunikannya. Jangan pula menghakimi bahwa nilai filosofi sebuah pencak silat itu tak sedalam bela diri luar. Banggalah jadi bagian bangsa ini, jika kau nanti bertemu dengan kawanmu yang membanggakan guru besar bela diri asingnya seorang profesor yang merumuskan makna kehidupan dan harmonisasi kehidupan itu dengan bukunya. Tetaplah bangga dengan gurumu yang meski hanya seorang tukang becak atau pedagang asongan sekalipun, ia tetaplah gurumu, cam kan itu ! Biarkanlah ia selesai membanggakan makna dan artian filosofi bela dirinya, dengarkanlah dengan seksama. Lalu perhatikanlah. Katakanlah padanya, jika seorang profesor dan ahli bela diri lalu mengajarkan makna kehidupan dan harmonisasi kehidupan pada muridnya yang hanya mahasiswa atau pelajar itu bukanlah hal hebat sebenarnya, yang mencerminkan artian dari makna kehidupan. Memberi saat berlebih adalah wajar, namun memberi pada saat hanya memiliki satu-satunya yang kau miliki itu adalah luar biasa. Adalah hal biasa jika kau temui orang berpendidikan berkecukupan memberikan ilmunya kemudian dipatok dengan harga. Namun jika orang yang papa memberikan ilmu yang hanya dimiliki satu-satunya dan hanya dengan bayaran ke“ikhlas”anmu itu adalah luar biasa, begitu juga jika tukang becak atau pedagang asongan mengajarkan ilmu yang hanya satu-satunya ia miliki dan mau berbagi pada yang lebih kaya dari padanya, itulah yang luar biasa. Dan adalah suatu kebanggan luar biasa jika kau yang mahasiswa mau belajar pada orang yang tak memiliki latar belakang akademis dan gelar pendidikan formal, itulah kerendahan hati dan kemauan belajar yang sesungguhnya. Itulah makna filosofi yang terdalam…Nah, itulah yang akan kau temui dan miliki.

Nak, jika kau anak yang serius, maka buatlah gurumu kagum dengan keseriusanmu mengkaji ilmunya itu.

Nak, mungkin kau lelah dengan nasehat ini, tapi inilah yang akan kau hadapi jika ingin menjadi pesilat. Karena begitu gelar pesilat tersandang dibahumu, itu tak otomatis menjadikanmu apa yang sedang kau pelajari menjadi milikmu. Ilmu itu akan menjadi milikmu jika gurumu telah menganggapmu pantas menerimanya dan mengamanatkannya padamu untuk diajarkan lagi pada orang lain. Kau akan menjadi bagian dari suatu perguruan atau aliran silat jika kau telah mempelajarinya lama dan sungguh-sungguh, jangan mengganggapnya ilmu itu milikmu jika kau baru dapat hanya bagian permukaan, jangan kau menganggap itu milikmu jika kau belum berbakti padanya.

Nak, pesilat itu gelar gratis yang berat dan teramat berat jika disandang dipundakmu, jangan kau jadi pesilat kalau cuma sekadar ikut-ikutan. Jangan pula berharap jadi pesilat kalau kau cuma untuk ditakuti orang. Jadilah pesilat yang takut pada Tuhanmu, diterima semua orang, dihargai dan dihormati teman dan segani lawan.

Juga jangan berharap silatmulah yang menyelamatkan hidup dari bahaya, namun berpikirlah bahwa usaha belajarmu itulah yang membuahkan hasil hingga mengetuk pintu rahmat Allah yang dapat menyelamatkan diri dari bahaya. Allah-lah yang tetap menyelamatkanmu, nak. Tak perlu menjadi pesilat jika kau tak berpikir dan bertindak sebagaimana pesilat.

Nak, jika kau tak mampu mengerti dan pahami serta tak sanggup memenuhi apa yang dinasehatkan tadi, urungkanlah niatmu jadi pesilat. Datangilah calon guru silatmu itu dan mintalah maaf karena memang dirimulah yang tak sanggup memikul beban menjadi pesilat. Tetaplah berhubungan dengannya…..

hari telah larut nak, tidurlah….


sumber

silatindonesia.com

Senin, 12 September 2011

Kemana Hati Menuntun, Maka Di Situlah Keluhuran Akan Tercipta








Manusia adalah mahluk sosial yang saling terikat satu sama lain, yang tidak mungkin terpisah oleh apapun juga. Salah satu ajaran moral yang luhur tersebut adalah belajar untuk ber-SETIA HATI pada hati nurani, setiap manusia pasti akan mati namun apa mungkin kita rela dihancurkan? pasti jawabannya Tidak. Banyak kehancuran yang terjadi pada setiap individu, misal kehancuran moral, kehancuran akhlak, kehancuran budi pekerti. Kehancuran-kehancuran tersebut tidak datang begitu saja, dan bukan pula hanya atas kehendakNYA. Namun lebih dari itu, yakni dari masing-masing individu tersebut yang enggan ber-SETIA HATI pada hatinya sendiri. Saya yakin, Hati tidak pernah terlibat dalam segala keburukan karena manusialah yang sebenarnya yang menimbulkan keburukan-keburukan itu terjadi.

Dalam setiap hela nafas yang diciptakanNYA untuk kita, apa kita masih pantas untuk ber ADIGUNG, ADIGANG, ADIGUNA?. Padahal secara logika kita masih jauh dari setetes kesempurnaan yang luhur, oleh karena itulah betapa pentingnya peran HATI dalam menjaga keseimbangan hidup masing-masing manusia. SETIA HATI bukanlah suatu perkumpulan, namun ajaran luhur yang menuntun kita untuk selalu jujur dalam setiap langkah, selalu berani diatas kebenaran, dan selalu mengutamakan persaudaraan bagi semua manusia yang hidup di dunia ini. Ajaran SETIA HATI merupakan tombak pertahanan bagi setiap manusia agar selalu berada dalam jalan yang lurus, karena pada intinya setiap apapun yang dilakukan seseorang, hal tersebut lebih disebabkan karena kekurangan kepercayaan terhadap kata hatinya sendiri.

Website masih dalam perbaikan



MAAF
WEBSITE MASIH DALAM PERBAIKAN
DAN AKAN KAMI USAHAKAN AGAR WEBSITE DAPAT KEMBALI NORMAL DALAM BEBERAPA SAAT LAGI.



TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI SIGROPASHTER

Jumat, 09 September 2011

Pendaftaran calon siswa baru






PENGURUS BESAR
PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE
Unit SMPN 1 GROGOL



Membuka pedaftaran bagi pemuda-pemudi di lingkungan Kecamatan Grogol dan sekitarnya untuk dididik menjadi pendekar pencak silat di tatanan organisasi besar PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE.

Adapun yang harus di diperhatikan oleh calon pendaftar yaitu :


1. Bertakwa kepada ALLAH S.W.T.
2. Berjiwa keras terarah dan tidak manja.
3. Berkelakuan baik.
4. Mendapat restu/izin dari orang tua,wali,atau sanak keluarga lain untuk mengikuti latihan wajib persilatan PSHT.
5. Niat dan usaha serta berkemauan keras untuk menjadi manusia yang berbudi luhur.
6. Tidak sedang terikat dengan organisasi/perguruan bela diri lain di luar organisasi PSHT.
7. Bersedia untuk terus mengikuti latihan wajib/pendidikan persilatan sampai nanti lulus latihan dasar.
8. Bersedia untuk terus mengabdi ke organisasi sekurang-kurangnya selama 2 tahun setelah disahkan (dilantik) menjadi warga/pendekar tingkat satu.


PERSYARATAN-PERSYARATAN;


1. Surat pernyataan diri untuk menjadi calon siswa baru organisasi persilatan PSHT.
2. Surat pernyataan perizinan dari orang tua,wali calon siswa baru.
3. Foto copy Akta lahir
4. Pas photo bewarna 3x4 (3 lembar)*
5. Mengisi formulir pendaftaran calon siswa baru.
6. Menyediakan uang penftaran sebesar Rp 3000,oo

NB : ayat 3 dan 4 dilampirkan masing-masing 2 lembar.
* : Berbusana baju kebesaran PSHT ( Bisa menyusul)

Cara mendafatarkan diri: Calon siswa harus datang sendiri ke tempat latihan rutin di Lingkungan SMPN 1 GROGOL.

Hari Jum'at : pukul 14:00-16:30
Hari Minggu: pukul 07:30-11:00

atau bisa menghubungi Pelatih PSHT unit SMPN 1 GROGOL,
Mas Jatmiko : 0856 4658 4241
Mas Fakih : 0857 3535 1922

Perlu diperhatikan untuk semua calon pendaftar wajib membawa semua berkas persyaratan pendaftaran calon siswa baru.


GELOMBANG 1 : Tanggal 1 Agustus 2011-1 September 2011
GELOMBANG 2 : Tanggal 15 September 2011-30September 2011
GELOMBANG 3: Tanggal 1 MUHARRAM-30 MUHARRAM tahun 2011 Masehi


Untuk jalur khusus, yakni para calon siswa yang telah berumur diatas 20 tahun bisa mendaftar sewaktu-waktu di sekretariat maupun unit. Dan untuk materi latihan tidak disamakan dengan jalur pelajar/gelombang.

 
Skretariat: Dsn. Ringin Rejo -Grogol -kediri | Ketua Dewan Rayon: Mas Agus Hasanudin Fakih | Contact Person | email: pshtgrogol@gmail.com