Kamis, 10 Oktober 2013


Jumat, 05 Juli 2013

PENDAFTARAN CALON SISWA BARU




mari bersama kita jaga dan lestarikan budaya asli Indonesia, seni bela diri PENCAK SILAT. Lewat tempaan para leluhur dan nenek moyang kita yang menjadikan PENCAK SILAT sebagai budaya asli Indonesia mampu menembus hingga berbagai belahan dunia, PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE adalah salah satu diantara organisasi pencak silat di Indonesia yang berkomitmen untuk selalu menjaga martabat bangsa, mendidik manusia berbudi luhur tahu benar dan salah, selalu memayu hayuning bawono, serta selalu menjadi panutan untuk lingkungan sekitar. Dengan ini kami pengurus PSHT SUB RAYON GROGOL membuka peluang kepada putra-putri terbaik di wilayah kec. Grogol dan sekitarnya untuk dididik menjadi seorang pendekar pencak silat yang selalu siap dalam menghadapi berbagai rintangan, dan bangga melestarikan budaya bangsa.


Bagi yang ingin mendaftarkan diri segera datang langsung di tempat latihan dan saat jam latihan yakni pada:

hari: Jum'at dan Minggu
pukul: 13:30-17:00
tempat: lapangan SMPN 1 GROGOL

Pendaftaran tidak dipungut biaya.


-------------
kunjungi group fb kami di https://www.facebook.com/groups/105645909504576/
e-mail (ralat) : psht.sigro@yahoo.com
website: http://sigropashter.blogspot.com/

Jumat, 19 April 2013

Ajaran Mas Imam Koessoepangat

AJARAN MAS IMAM KOESSOEPANGAT


 
Manusia adalah makhluk yang paling mulia, karena manusia diberi akal dan nafsu, sedang makhluk lain ada yang hanya diberi akal dana ada yang hanya diberi nafsu. Nafsu mutmainah adalah berbuat kebaikan (nafsunya Malaikat), nafsu supiyah adalah iri, dengki (nafsunya syaiton), nafsu aluamah adalah rakus (nafsunya binatang), dan amarah adalah pemarah (nafsu syaiton). Dan bersyukurlah manusia diberikan semua keempat nafsu. Namun harus hati-hati menggunakan keempat nafsu, karena keempat nafsu itu ada keburukan dan kebaikannya, harus sesuai dengan suasana dan tempat (empan lan papan). Dalam ilmu Jawa "papat kiblat limo pancer". Yang empat adalah nafsu dan pancer adalah diri kita. Jadi bagaimana kita bertindak dalam kehidupan sehari-hari, menuruti nafsu yang mana. Manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Tuhan YME. Seperti yang terkutip dalam Al-Qur'an : manusia dan jin diciptakan hanya untuk beribadah kepadaku.




Manusia adalah makhluk yang paling mulia, karena manusia diberi akal dan nafsu, sedang makhluk lain ada yang hanya diberi akal dana ada yang hanya diberi nafsu. Nafsu mutmainah adalah berbuat kebaikan (nafsunya Malaikat), nafsu supiyah adalah iri, dengki (nafsunya syaiton), nafsu aluamah adalah rakus (nafsunya binatang), dan amarah adalah pemarah (nafsu syaiton). Dan bersyukurlah manusia diberikan semua keempat nafsu. Namun harus hati-hati menggunakan keempat nafsu, karena keempat nafsu itu ada keburukan dan kebaikannya, harus sesuai dengan suasana dan tempat (empan lan papan). Dalam ilmu Jawa "papat kiblat limo pancer". Yang empat adalah nafsu dan pancer adalah diri kita. Jadi bagaimana kita bertindak dalam kehidupan sehari-hari, menuruti nafsu yang mana. Manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Tuhan YME. Seperti yang terkutip dalam Al-Qur'an : manusia dan jin diciptakan hanya untuk beribadah kepadaku. Sebetulnya letak semua permasalahan didunia ada disini. Manusia dalam menjalankan segala aktifitas hidupnya harus punya niat untuk beribadah. Pertama kali semua perbuatan manusia yang dinilai adalah niatnya sesudah itu baru perbuatannya. Maka dari itu apabila kita hendak menjalankan aktifitas hidup hendaknya berniat untuk beribadah " Karena Allah (Lillahi ta'ala), aku akan menjalankan tugas hidup) Bismillahirohmannirohim". Apabila ini semua dapat dilaksanakan maka baru dapat dikatakan manusia berbudi luhur (dalam Islam disebut bertaqwa). Puncak segala macam ibadah dalam Islam adalah Taqwa. Manusia berbudi luhur adalah manusia yang berbakti kepada : 1. Tuhan Yang Maha Esa 2. Kedua orang tua 3. Guru Berbakti kepada Tuhan YME adalah menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangannya seperti yang tercantum dalam Al-Qur'anul Karim. Namun bagi orang Islam tidak hanya itu dan lebih baik pula untuk menjalankan sunnah Nabi Muhammad saw. Karena tuntunan hidup manusia Islam dlam penjabaran dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw. Beliau adalah ibarat Al-Qur'an berjalan. Berbakti kepada kedua orang tua adalah juga merupakan kewajiban kita, karena mereka berdualah kita ada dan keluar ke dunia ini. Betapa berat mereka (terutama ibu) mengandung kita selama + 9 bulan, serta membesarkan kita hingga dewasa. Betapa besar pengabdian mereka untuk membimbing kita, memberikan penghidupan kita, hingga kita dapat hidup mandiri tanpa bantuan mereka lagi. Pengabdian yang tak dapat diukur berapa jumlah dan panjangnya. Dan kita tak bisa membalas budinya hingga impas dengan apa yang mereka berikan kepada kita. (HR. Muslim " Surga itu ada ditelapak kaki ibu"). Memahami dari hadits tsb bahwasannya surga itu ada di telapak kaki ibu, betapa besar dan agung seorang ibu menurut Islam. Hendaklah kita bersujud/sungkem kpd ibu. Dan kewajiban pula sebagai seorang anak adalah mendoakan kedua orang tua baik waktu masih hidup maupun sudah meninggal. Terkutip dalam Qur'an "terputuslah amal perkara seseorang ketika ia mati kecuali tiga perkara : Sodakoh Jariyah, anak soleh yang mendoakan orangtuanya, ilmu yang bermanfaat. Berbakti kepada Guru adalah juga merupakan kewajiban kita karena kita telah bertahun-tahun dibimbing untuk menimba ilmu agar kita pandai, mengerti, memahami serta mengamalkan ilmu yang telah kita peroleh. "Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa". Menilik dari mutiara tsb sangatlah sesuai dengan apa yang telah diberikan guru untuk kita hingga kita menjadi orang yang bermanfaat bagi agama, nusa bangsa dan seluruh umat manusia. Guru bukanlah hanya di sekolah semata namun semua orang yang telah memberikan bimbingan ilmu kepada kita adalah guru. "Guru digugu lan ditiru" makna yang agung bagi sebutan seorang guru, karena ia contoh suri tauladan bagi para bimbingannya. Namun tidak terlepas dari unsur Islam manusia berbudi luhur adalah manusia yang Eling marang Pangeran Kang Maha Dumadi. Dan perbuatannya dapat dijadikan suri tauladan bagi sesamannya. Jati diri manusia, " manunggaling kawulo gusti" dalam istilah Jawa merupakan ilmu Jawa tingkat tinggi. Manusia yang sudah bisa merasakan adanya Tuhan dalam dirinya sendiri. Manusia seperti ini dalam segala tindak tanduknya selalu diilhami oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Apa yang dikerjakan sesuai dengan apa yang dirasakan. Manusia itu punya bentuk batin yang tidak kelihatan oleh orang lain namun kelihatan oleh dirinya sendiri. Namun begitu tidak semua orang bisa melihat bentuk batinnya ini, kalau tanpa melalui lelaku. Dengan lelaku inilah manusia baru bisa melihat bentuk batinnya sendiri. Laku ini berat untuk dijalani bagi orang awam. Namun orang yang bisa menjalaninya berarti orang ini dapat dikatan orang linuwih. Hal laku ini seperti yang pernah dijalani dalam cerita pewayangan yaitu Brataseno (Bimo) ketemu Dewa Ruci. Dewa Ruci adalah bentuk batinya Bimo sendiri maka dalam pewayangan Dewa Ruci digambarkan Bimo kecil (Semua bentuk tubuhnya mirip Bimo namun kecil). Betapa berat laku yang dijalani Bimo sehingga dia menemui bentuk batinnya sendiri, sehingga ia bisa "manunggaling kawulo gusti". Bisa merasakan adanya Tuhan dalam dirinya.Badan manusia, hartanya semua ini adalah titipan Tuhan semata yang harus dijaga agar tak diganggu oleh orang lain maupun makhluk lain. Manusia diberi kepercayaan untuk menjaganya, dan yang dipercaya juga harus memberikan tindakan nyata atas kepercayaan yang telah diberikan. Yakni menggunakan badan serta harta untuk tujuan kebaikan, jangan digunakan hanya untuk kesenangan dan kenikmatan semata, sebab titipan ini tidak untuk dibuat kesenangan dan kenikmatan akan tetapi digunakan untuk hal-hal yang mendatangkan barokah. Agar kelak dikemudian hari apabila titipan ini diambil kembali oleh yang punya, tidak akan disiksa, karena salah menggunakan titipan. "Manusia dapat dimatikan, manusia dapat dihancurkan tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu masih percaya pada dirinya sendiri." Manusia dapat dimatikan oleh orang lain kalau ia dibunuh, dapat pula dihancurkan missal ia dibakar atau digilas akan tetapi manusia tidak dapat dikalahkan kalau manusia itu masih percaya pada dirinya sendiri (batinnya sendiri). Batin inilah puncak segala kekuatan manusia karena batin manusia akan selamanya benar, belum pernah ada cerita kalau batin manusia itu bohong atau salah. Karena memang batin adalah hati kecil paling dalam yang tak akan pernah berbuat kesalahan, Hati kecil ini memang diciptakan oleh Allah agar manusia percaya pada dirinya sendiri sehingga akan terhindar dari bujukan dan rayuan syaiton. Manusia berbuat benar karena Allah, manusia berbuat salah karena nafsu kemungkaran hasil bujukan syaiton. Namun sesungguhnya kalau manusia mau percaya pada hati kecilnya sendiri tentunya tidak akan berbuat salah. Walaupun kita sudah mati dan berada di alam kubur kebenaran yang ada pada diri kita akan tetap hidup untuk selamanya, karena kebenaran adalah milik Allah swt. Dan apabila kita mati dalam kebenaran tentunya hati kita di alam barzah akan mendapat ketenangan dan kedamaian. Sesuai dengan janji Allah seperti terkutip dlm Qur'an " Orang yang berjuang di jalan Allah (kebenaran) akan mendapatkan sorga sebagai penggantinya" Dalam Islam jati diri manusia ya manusia itu sendiri bentuk lahir batinnya. Islam tidak mengajarkan manusia untuk menjalankan laku seperti dalam ilmu Jawa. Bagaimana manusia itu akan bertindak ya dia sendiri yang menentukan. Manusia hidup sudah ditakdirkan dalam "Lauful Makhfud" Manusia tidak tahu dan tidak bisa merubah takdir ini. Manusia hanya bisa merubah nasibnya, karena nasib manusia berada ditangan manusia itu sendiri. Manusia hidup hanya dicipta untuk beribadah semata, "seperti diatas". Islam is rasional. Nabi dalam sunahnya juga tidak pernah mengajarkan manusia untuk bertapa seperti dalam dongeng. Manusia hanya diwajibkan islah, hijrah (menyendiri, meninggalkan tempat) apabila dalam suatu kaumnya sudah rusak (tak bermoral) namun sudah diberi peringatan juga tidak mau berubah. Hanya kita disunahkan untuk banyak berdzikir dan beribadah. Dalam setiap kesempatan apapun rasanya kita bisa menjalankan kedua hal tersebut. Namun kadang kita lupa, karena semakin banyaknya kebutuhan hidup dan semakin rumitnya hidup ini. Jatidiri dalam Islam adalah manusia yang bertaqwa, karena kunci menjadi manusia Islam sejati adalah Taqwa. Manusia diahadapan Allah yang dinilai bukanlah harta, isteri, anak, namun hanya ketaqwaannya. Manusia yang sudah bisa menjalankan perintah serta menjauhi larangannya. Seperti Nabi atau alim ulama lainnya yang patut dijadikan contoh. Manusia yang seperti inilah yang sudah bisa menemukan jatidirinya. Nrimo ing pandum (menerima apa adanya sesuai dengan pemberian rizki dari Allah swt. Manusia yang tidak iri atau dengki melihat orang mendapat kesenangan dan kenikmatan. Apabila ia mendapat kenikamatan rizki ia bersyukur dan apabila ia mendapat kesusahan rizki iapun tetap bersyukur dan tidak mengeluh. Apa yang dihadapannya dan apa yang dikerjakannya adalah merupakan takdir semata. "Sepiro gedhening sengsara yen tinampa among dadi coba.

Setia Hati itu SATU

Setia Hati itu SATU

 

 

 

SH itu Satu .., Satu itu Tunggal.. , Tunggal itu Esa ..Diri saya adalah diri kamu,cahayamu adalah cahayaku,..kamu adalah saudaraku ,kamu adalah aku,Satu ..Siji ..Tunggal nggak ada pemisahnya.Apa yang ingin kamu ketahui tentang SH Jika kamu niat dari hati yang paling dalam ..maka aku sudah berkewajiban untuk menyampaikannya kepadamu.. hingga kamu faham dan mengerti ,lalu memperbaiki prilakumu ,hingga kamu bergerak seperti "JURUS" : JUJUR dan LURUS ..



Manusia ketika baru dilahirkan ,keluar dari rahim ibu adalah sudah SH,manusia yang baru dilahirkan itu suci,menjadi orang SH itu suci lahir tumusing bathin.
Orang SH yang ber-SH akan mengerti bahwa manusia ada dimana mana dan takkan kemana mana.Orang SH tidak perlu polah atau bertingkah untuk menunjukkan SH nya ,SH itu tidak kelihatan tapi ada,SH itu ada tapi tidak kelihatan.SH bukan gambaran ,tapi SH adalah Perjalanan..
orang SH itu mengerti Jurus:jujur dan Lurus,tidak "ngawur".orang SH itu tidak bisa apa apa,tapi jika ALloh menghendaki jangankan sesama manusia,Gunung pun jika ALloh menghendaki maka akan runtuh.Karena berdirinya orang SH juga berdirinya Alloh,segala perbuatan kita adalah untuk Alloh "sholatku,ibadahku,hidup dan matiku adalah karena dan untuk Alloh"..karena orang SH ,selalu "ngiket rosoning bathin sak durunge di ucapno "mengikat rasa bathin sebelum di ucapkan,artinya segala perbuatan buruk atau baik,ketika itu masih dalam bathin pun ,Alloh telah tahu,hati hatilah dengan bathinmu...,kita bisa saja membohongi orang lain,tapi tidak dengan Alloh,karena suatu saat kebohongan itu pasti akan di buka oleh Alloh.
Marilah saudaraku; kita pegang apa yang telah di wasiatkan Eyang Soero "saat aku telah tiada nanti,semua orang SH adalah satu ,saudara,tidak ada perbedaan."
kadhang pendekar SH, saya adalah anda..anda adalah saya ,saya dan anda adalah tunggal ,satu ,Esa,dalam SH.mari kita saling mengingatkan..dengan prinsip :tidak ada yang harus diperdebatkan untuk mencari Ke AKUAN..,si hebat ..yang murni ada dalam keyakinan bersih Hati orang SH yang ber SH.insyaalloh tulisan ini membantu mewujudkan Persaudaraan .amiien

Senin, 11 Maret 2013

Puncak Ilmu kejawen

Puncak Ilmu Kejawen
Ilmu “Sastra Jendra hayuningrat Pangruwating Diyu” adalah puncak Ilmu Kejawen. “Sastra Jendra hayuningrat Pangruwating Diyu” artinya; wejangan berupa mantra sakti untuk keselamatan dari unsur-unsur kejahatan di dunia. Wejangan atau mantra tersebut dapat digunakan untuk membangkitkan gaib “Sedulur Papat” yang kemudian diikuti bangkitnya saudara “Pancer” atau sukma sejati, sehingga orang yang mendapat wejangan itu akan mendapat kesempurnaan. Secara harfiah arti dari “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” adalah sebagai berikut; Serat = ajaran, Sastrajendra = Ilmu mengenai raja. Hayuningrat = Kedamaian. Pangruwating = Memuliakan atau merubah menjadi baik. Diyu = raksasa atau lambang keburukan. Raja disini bukan harfiah raja melainkan sifat yang harus dimiliki seorang manusia mampu menguasai hawa nafsu dan pancainderanya dari kejahatan. Seorang raja harus mampu menolak atau merubah keburukan menjadi kebaikan.Pengertiannya; bahwa Serat Sastrajendra Hayuningrat adalah ajaran kebijaksanaan dan kebajikan yang harus dimiliki manusia untuk merubah keburukan mencapai kemuliaan dunia akhirat. Ilmu Sastrajendra adalah ilmu makrifat yang menekankan sifat amar ma’ruf nahi munkar, sifat memimpin dengan amanah dan mau berkorban demi kepentingan rakyat.

Asal-usul Sastra Jendra dan Filosofinya
          Menurut para ahli sejarah, kalimat “Sastra Jendra” tidak pernah terdapat dalam kepustakaan Jawa Kuno.  Tetapi baru terdapat pada abad ke 19 atau tepatnya 1820. Naskah dapat ditemukan dalam tulisan karya Kyai Yasadipura dan Kyai Sindusastra dalam lakon Arjuno Sastra atau Lokapala. Kutipan diambil dari kitab Arjuna Wijaya pupuh Sinom pada halaman 26;
        Selain daripada itu, sungguh heran bahwa tidak seperti permintaan anak saya wanita ini, yakni barang siapa dapat memenuhi permintaan menjabarkan “Sastra Jendra hayuningrat” sebagai ilmu rahasia dunia (esoterism) yang dirahasiakan oleh Sang Hyang Jagad Pratingkah. Dimana tidak boleh seorangpun mengucapkannya karena mendapat laknat dari Dewa Agung walaupun para pandita yang sudah bertapa dan menyepi di gunung sekalipun, kecuali kalau pandita mumpuni. Saya akan berterus terang kepada dinda Prabu, apa yang menjadi permintaan putri paduka. Adapun yang disebut Sastra Jendra Yu Ningrat adalah pangruwat segala segala sesuatu, yang dahulu kala disebut sebagai ilmu pengetahuan yang tiada duanya, sudah tercakup ke dalam kitab suci (ilmu luhung = Sastra). Sastra Jendra itu juga sebagai muara atau akhir dari segala pengetahuan. Raksasa dan Diyu, bahkan juga binatang yang berada dihutan belantara sekalipun kalau mengetahui arti Sastra Jendra akan diruwat oleh Batara, matinya nanti akan sempurna, nyawanya akan berkumpul kembali dengan manusia yang “linuwih” (mumpuni), sedang kalau manusia yang mengetahui arti dari Sastra Jendra nyawanya akan berkumpul dengan para Dewa yang mulia…
        Ajaran “Sastra Jendra hayuningrat Pangruwating Diyu” mengandung isi yang mistik, angker gaib, kalau salah menggunakan ajaran ini bisa mendapat malapetaka yang besar. Seperti pernah diungkap oleh Ki Dalang Narto Sabdo dalam lakon wayang Lahirnya Dasamuka. Kisah ceritanya sebagai berikut;
Begawan Wisrawa mempunyai seorang anak bernama Prabu Donorejo, yang ingin mengawini seorang istri bernama Dewi Sukesi yang syaratnya sangat berat, yakni;
  1. Bisa mengalahkan paman Dewi Sukesi, yaitu Jambu Mangli, seorang raksasa yang sangat sakti.
  2. Bisa menjabarkan ilmu “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu”
Prabu Donorejo tidak dapat melaksanakan maka minta bantuan ayahandanya, Begawan Wisrawa yang ternyata dapat memenuhi dua syarat tersebut. Maka Dewi Sukesi dapat diboyong Begawan Wisrawa, untuk diserahkan kepada anaknya Prabu Donorejo.
        Selama perjalanan membawa pulang Dewi Sukesi, Begawan Wisrawa jatuh hati kepada Dewi Sukesi demikian juga Dewi Sukesi hatinya terpikat kepada Begawan Wisrawa.
“Jroning peteng kang ono mung lali, jroning lali gampang nindakake kridaning priyo wanito,” kisah Ki Dalang.
        Begawan Wisrawa telah melanggar ngelmu “Sastra Jendra”, beliau tidak kuat menahan nafsu seks dengan Dewi Sukesi. Akibat dari dosa-dosanya maka lahirlah anak yang bukan manusia tetapi berupa raksasa yang menakutkan, yakni;
  1. Dosomuko
  2. Kumbokarno
  3. Sarpokenoko
  4. Gunawan Wibisono
Setelah anak pertama lahir, Begawan Wisrawa mengakui akan kesalahannya, sebagai penebus dosanya beliau bertapa atau tirakat tidak henti-hentinya siang malam. Berkat gentur tapanya, maka lahir anak kedua, ketiga dan keempat yang semakin sempurna.Laku Begawan Wisrawa yang banyak tirakat serta doa yang tiada hentinya, akhirnya Begawan Wisrawa punya anak-anak yang semakin sempurna ini menjadi simbol bahwa untuk mencapai Tuhan harus melalui empat tahapan yakni; Syariat, Tarikat, Hakekat, Makrifat.
Lakon ini mengingatkan kita bahwa untuk mengenal diri pribadinya, manusia harus melalui tahap atau tataran-tataran yakni;
1.            Syariat; dalam falsafah Jawa syariat memiliki makna sepadan dengan Sembah Rogo.
2.            Tarikat; dalam falsafah Jawa maknanya adalah Sembah Kalbu.
3.            Hakikat; dimaknai sebagai Sembah Jiwa atau ruh (ruhullah).
4.            Makrifat; merupakan tataran tertinggi yakni Sembah Rasa atau sir (sirullah).

Pun diceritakan dalam kisah Dewa Ruci, di mana diceritakan perjalanan Bima (mahluk Tuhan) mencari “air kehidupan” yakni sejatinya hidup. Air kehidupan atau tirta maya, dalam bahasa Arab disebut sajaratul makrifat. Bima harus melalui berbagai rintangan baru kemudia bertemu dengan Dewa Ruci (Dzat Tuhan) untuk mendapatkan “ngelmu”.
Bima yang tidak lain adalah Wrekudara/AryaBima, masuk tubuh Dewa Ruci menerima ajaran tentang Kenyataan “Segeralah kemari Wrekudara, masuklah ke dalam tubuhku”, kata Dewa Ruci. Sambil tertawa Bima bertanya :”Tuan ini bertubuh kecil, saya bertubuh besar, dari mana jalanku masuk, kelingking pun tidak mungkin masuk”. Dewa Ruci tersenyum dan berkata lirih:”besar mana dirimu dengan dunia ini, semua isi dunia, hutan dengan gunung, samudera dengan semua isinya, tak sarat masuk ke dalam tubuhku”.
Atas petunjuk Dewa Ruci, Bima masuk ke dalam tubuhnya melalui telinga kiri.
Dan tampaklah laut luas tanpa tepi, langit luas, tak tahu mana utara dan selatan, tidak tahu timur dan barat, bawah dan atas, depan dan belakang. Kemudian, terang, tampaklah Dewa Ruci, memancarkan sinar, dan diketahui lah arah, lalu matahari, nyaman rasa hati.
Ada empat macam benda yang tampak oleh Bima, yaitu hitam, merah kuning dan putih. Lalu berkatalah Dewa Ruci:”Yang pertama kau lihat cahaya, menyala tidak tahu namanya, Pancamaya itu, sesungguhnya ada di dalam hatimu, yang memimpin dirimu, maksudnya hati, disebut muka sifat, yang menuntun kepada sifat lebih, merupakan hakikat sifat itu sendiri. Lekas pulang jangan berjalan, selidikilah rupa itu jangan ragu, untuk hati tinggal, mata hati itulah, menandai pada hakikatmu, sedangkan yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih, itu adalah penghalang hati. 
Yang hitam kerjanya marah terhadap segala hal, murka, yang menghalangi dan menutupi tindakan yang baik. Yang merah menunjukkan nafsu yang baik, segala keinginan keluar dari situ, panas hati, menutupi hati yang sadar kepada kewaspadaan. Yang kuning hanya suka merusak. Sedangkan yang putih berarti nyata, hati yang tenang suci tanpa berpikiran ini dan itu, perwira dalam kedamaian. Sehingga hitam, merah dan kuning adalah penghalang pikiran dan kehendak yang abadi, persatuan Suksma Mulia.
Lalu Bima melihat, cahaya memancar berkilat, berpelangi melengkung, bentuk zat yang dicari, apakah gerangan itu ?! Menurut Dewa Ruci, itu bukan yang dicari (air suci), yang dilihat itu yang tampak berkilat cahayanya, memancar bernyala-nyala, yang menguasai segala hal, tanpa bentuk dan tanpa warna, tidak berwujud dan tidak tampak, tanpa tempat tinggal, hanya terdapat pada orang-orang yang awas, hanya berupa firasat di dunia ini, dipegang tidak dapat, adalah Pramana, yang menyatu dengan diri tetapi tidak ikut merasakan gembira dan prihatin, bertempat tinggal di tubuh, tidak ikut makan dan minum, tidak ikut merasakan sakit dan menderita, jika berpisah dari tempatnya, raga yang tinggal, badan tanpa daya. Itulah yang mampu merasakan penderitaannya, dihidupi oleh suksma, ialah yang berhak menikmati hidup, mengakui rahasia zat.
Kehidupan Pramana dihidupi oleh suksma yang menguasai segalanya, Pramana bila mati ikut lesu, namun bila hilang, kehidupan suksma ada. Sirna itulah yang ditemui, kehidupan suksma yang sesungguhnya, Pramana Anresandani.
Jika ingin mempelajari dan sudah didapatkan, jangan punya kegemaran, bersungguh-sungguh dan waspada dalam segala tingkah laku, jangan bicara gaduh, jangan bicarakan hal ini secara sembunyi-sembunyi, tapi lekaslah mengalah jika berselisih, jangan memanjakan diri, jangan lekat dengan nafsu kehidupan tapi kuasailah.
Tentang keinginan untuk mati agar tidak mengantuk dan tidak lapar, tidak mengalami hambatan dan kesulitan, tidak sakit, hanya enak dan bermanfaat, peganglah dalam pemusatan pikiran, disimpan dalam buana, keberadaannya melekat pada diri, menyatu padu dan sudah menjadi kawan akrab.
Sedangkan Suksma Sejati, ada pada diri manusia, tak dapat dipisahkan, tak berbeda dengan kedatangannya waktu dahulu, menyatu dengan kesejahteraan dunia, mendapat anugerah yang benar, persatuan manusia/kawula dan pencipta/Gusti. Manusia bagaikan wayang, Dalang yang memainkan segala gerak gerik dan berkuasa antara perpaduan kehendak, dunia merupakan panggungnya, layar yang digunakan untuk memainkan panggungnya.
Bila seseorang mempelajari “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” berarti harus pula mengenal asal usul manusia dan dunia seisinya, dan haruslah dapat menguraikan tentang sejatining urip (hidup), sejatining Panembah (pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa), sampurnaning pati (kesempurnaan dalam kematian), yang secara gamblang disebut juga innalillahi wainna illaihi rojiuun, kembali ke sisi Tuhan YME dengan tata cara hidup layak untuk mencapai budi suci dan menguasai panca indera serta hawa nafsu untuk mendapatkan tuntunan Sang Guru Sejati.
Uraian tersebut dapat menjelaskan bahwa sasaran utama mengetahui “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” adalah untuk mencapai Kasampurnaning Pati, dalam istilah RNg Ronggowarsito disebut Kasidaning Parasadya atau pati prasida, bukan sekedar pati patitis atau pati pitaka. “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” seolah menjadi jalan tol menuju pati prasida.
Bagi mereka yang mengamalkan “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” dapat memetik manfaatnya berupa Pralampita atau ilham atau wangsit (wahyu) atau berupa “senjata” yang berupa rapal. Dengan rapal atau mantra orang akan memahami isi Endra Loka, yakni pintu gerbang rasa sejati, yang nilainya sama dengan sejatinya Dzat YME dan bersifat gaib. Manusia mempunyai tugas berat dalam mencari Tuhannya kemudian menyatukan diri ke dalam gelombang Dzat Yang Maha Kuasa. Ini diistilahkan sebagai wujud jumbuhing/manunggaling kawula lan Gusti, atau warangka manjing curiga. Tampak dalam kisah Dewa Ruci, pada saat bertemunya Bima dengan Dewa Ruci sebagai lambang Tuhan YME. Saat itu pula Bima menemukan segala sesuatu di dalam dirinya sendiri.
Itulah inti sari dari “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” sebagai Pungkas-pungkasaning Kawruh. Artinya, ujung dari segala ilmu pengetahuan atau tingkat setinggi-tingginya ilmu yang dapat dicapai oleh manusia atau seorang sufi. Karena ilmu yang diperoleh dari makrifat ini lebih tinggi mutunya dari pada ilmu pengetahuan yang dapat dicapai dengan akal.
Dalam dunia pewayangan lakon “Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu” dimaksudkan untuk lambang membabarkan wejangan sedulur papat lima pancer. Yang menjadi tokoh atau pelaku utama dalam lakon ini adalah sbb;
Begawan Wisrawa menjadi lambang guru yang memberi wejangan ngelmu Sastrajendra kepada Dewi Sukesi. Ramawijaya sebagai penjelmaan Wisnu  (Kayun; Yang Hidup), yang memberi pengaruh kebaikan terhadap Gunawan Wibisono (nafsul mutmainah), Keduanya sebagai lambang dari wujud jiwa dan sukma yang disebut Pancer. Karena wejangan yang diberikan oleh Begawan Wisrawa kepada Dewi Sukesi ini bersifat sakral yang tidak semua orang boleh menerima, maka akhirnya mendapat kutukan Dewa kepada anak-anaknya.

  1. Dasamuka (raksasa) yang mempunyai perangai jahat, bengis, angkara murka, sebagai simbol dari nafsu amarah.
  2. Kumbakarna (raksasa) yang mempunyai karakter raksasa yakni bodoh, tetapi setia, namun memiliki sifat pemarah. Karakter kesetiannya membawanya pada watak kesatria yang tidak setuju dengan sifat kakaknya Dasamuka. Kumbakarno menjadi lambang dari nafsu lauwamah.
  3. Sarpokenoko (raksasa setengah manusia) memiliki karakter suka pada segala sesuatu yang enak-enak, rasa benar yang sangat besar, tetapi ia sakti dan suka bertapa. Ia menjadi simbol nafsu supiyah.
  4. Gunawan Wibisono (manusia seutuhnya); sebagai anak bungsu yang mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan semua kakaknya. Dia meninggalkan saudara-saudaranya yang dia anggap salah dan mengabdi kepada Romo untuk membela kebenaran. Ia menjadi perlambang dari nafsul mutmainah.

Gambaran ilmu ini adalah mampu merubah raksasa menjadi manusia. Dalam pewayangan, raksasa digambarkan sebagai mahluk yang tidak sesempurna manusia. Misal kisah prabu Salya yang malu karena memiliki ayah mertua seorang raksasa. Raden Sumantri atau dikenal dengan nama Patih Suwanda memiliki adik raksasa bajang bernama Sukrasana. Dewi Arimbi, istri Werkudara harus dirias sedemikian rupa oleh Dewi Kunti agar Werkudara mau menerima menjadi isterinya. Betari Uma disumpah menjadi raksesi oleh Betara Guru saat menolak melakukan perbuatan kurang sopan dengan Dewi Uma pada waktu yang tidak tepat. Anak hasil hubungan Betari Uma dengan Betara Guru lahir sebagai raksasa sakti mandra guna dengan nama “ Betara Kala “ (kala berarti keburukan atau kejahatan). Sedangkan Betari Uma kemudian bergelar Betari Durga menjadi pengayom kejahatan dan kenistaan di muka bumi memiliki tempat tersendiri yang disebut “ Kayangan Setragandamayit “. Wujud Betari Durga adalah raseksi yang memiliki taring dan gemar membantu terwujudnya kejahatan.
Melalui ilmu Sastrajendra maka simbol sifat sifat keburukan raksasa yang masih dimiliki manusia akan menjadi dirubah menjadi sifat sifat manusia yang berbudi luhur. Karena melalui sifat manusia ini kesempurnaan akal budi dan daya keruhanian mahluk ciptaan Tuhan diwujudkan. Dalam kitab suci disebutkan bahwa manusia adalah ciptaan paling sempurna. Bahkan ada disebutkan, Tuhan menciptakan manusia berdasar gambaran dzat-Nya. Filosof Timur Tengah Al Ghazali menyebutkan bahwa manusia seperti Tuhan kecil sehingga Tuhan sendiri memerintahkan para malaikat untuk bersujud. Sekalipun manusia terbuat dari dzat hara berbeda dengan jin atau malaikat yang diciptakan dari unsur api dan cahaya. Namun manusia memiliki sifat sifat yang mampu menjadi “ khalifah “ (wakil Tuhan di dunia).
Namun ilmu ini oleh para dewata hanya dipercayakan kepada Wisrawa seorang satria berwatak wiku yang tergolong kaum cerdik pandai dan sakti mandraguna untuk mendapat anugerah rahasia Serat Sastrajendrahayuningrat  Diyu.
Ketekunan, ketulusan dan kesabaran Begawan Wisrawa menarik perhatian dewata sehingga memberikan amanah untuk menyebarkan manfaat ajaran tersebut. Sifat ketekunan Wisrawa, keihlasan, kemampuan membaca makna di balik sesuatu yang lahir dan kegemaran berbagi ilmu. Sebelum “ madeg pandita “ ( menjadi wiku ) Wisrawa telah lengser keprabon menyerahkan tahta kerajaaan kepada sang putra Prabu Danaraja. Sejak itu sang wiku gemar bertapa mengurai kebijaksanaan dan memperbanyak ibadah menahan nafsu duniawi untuk memperoleh kelezatan ukhrawi nantinya. Kebiasaan ini membuat sang wiku tidak saja dicintai sesama namun juga para dewata.
Sifat Manusia Terpilih
Sebelum memutuskan siapa manusia yang berhak menerima anugerah Sastra Jendra, para dewata bertanya pada sang Betara Guru. “ Duh, sang Betara agung, siapa yang akan menerima Sastra Jendra, kalau boleh kami mengetahuinya. “Bethara guru menjawab “ Pilihanku adalah anak kita Wisrawa “. Serentak para dewata bertanya “ Apakah paduka tidak mengetahui akan terjadi bencana bila diserahkan pada manusia yang tidak mampu mengendalikannya. Bukankah sudah banyak kejadian yang bisa menjadi pelajaran bagi kita semua”
Kemudian sebagian dewata berkata “ Kenapa tidak diturunkan kepada kita saja yang lebih mulia dibanding manusia “.
Seolah menegur para dewata sang Betara Guru menjawab “Hee para dewata, akupun mengetahui hal itu, namun sudah menjadi takdir Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa ilmu rahasia hidup justru diserahkan pada manusia. Bukankah tertulis dalam kitab suci, bahwa malaikat mempertanyakan pada Tuhan mengapa manusia yang dijadikan khalifah padahal mereka ini suka menumpahkan darah“. Serentak para dewata menunduk malu “ Paduka lebih mengetahui apa yang tidak kami ketahui”. Kemudian, Betara Guru turun ke mayapada didampingi Betara Narada memberikan Serat Sastra Jendra kepada Begawan Wisrawa.
“ Duh anak Begawan Wisrawa, ketahuilah bahwa para dewata memutuskan memberi amanah Serat Sastra Jendra kepadamu untuk diajarkan kepada umat manusia”
Mendengar hal itu, menangislah Sang Begawan “ Ampun, sang Betara agung, bagaimana mungkin saya yang hina dan lemah ini mampu menerima anugerah ini “.
Betara Narada mengatakan “ Anak Begawan Wisrawa, sifat ilmu ada 2 (dua). Pertama, harus diamalkan dengan niat tulus. Kedua, ilmu memiliki sifat menjaga dan menjunjung martabat manusia. Ketiga, jangan melihat baik buruk penampilan semata karena terkadang yang baik nampak buruk dan yang buruk kelihatan sebagai sesuatu yang baik. “ Selesai menurunkan ilmu tersebut, kedua dewata kembali ke kayangan.
Setelah menerima anugerah Sastrajendra maka sejak saat itu berbondong bondong seluruh satria, pendeta, cerdik pandai mendatangi beliau untuk minta diberi wejangan ajaran tersebut. Mereka berebut mendatangi pertapaan Begawan Wisrawa melamar menjadi cantrik untuk mendapat sedikit ilmu Sastra Jendra. Tidak sedikit yang pulang dengan kecewa karena tidak mampu memperoleh ajaran yang tidak sembarang orang mampu menerimanya. Para wiku, sarjana, satria harus menerima kenyataan bahwa hanya orang-orang yang siap dan terpilih mampu menerima ajarannya.
        Demikian lah pemaparan tentang puncak ilmu kejawen yang adiluhung, tidak bersifat primordial, tetapi bersifat universal, berlaku bagi seluruh umat manusia di muka bumi, manusia sebagai mahluk ciptaan Gusti Kang Maha Wisesa, Tuhan Yang Maha Kuasa. Yang Maha Tunggal. Janganlah terjebak pada simbol-simbol atau istilah yang digunakan dalam tulisan ini. Namun ambilah hikmah, hakikat, nilai yang bersifat metafisis dan universe dari ajaran-ajaran di atas. Semoga bermanfaat.

Semoga para pembaca yang budiman diantara orang-orang yang terpilih dan pinilih untuk meraih ilmu sejatinya hidup.

Salam
Sabdalangit

TIRAKAT ORANG SH TERATE

                                      TIRAKAT ORANG SH TERATE

 

 

 


Oleh: H. Tarmadji Boedi Harsono,SE
Kunci keberhasilan hidup itu sebenarnya hanya satu. Kalau kita dikasihi Allah SWT, hidup kita akan bahagia. Hanya manusia itu kurang bersyukur. Kita kadang-kadang hanya ngersulo (mengeluh), larut dalam kekecewaan. Dan kikir dalam berterima kasih. Tidak pernah puas dengan dengan apa yang sudah di dapat. Selalu merasa kurang dan kurang.
Di SH Terate tidak ada ajaran mengeluh. Tidak ada ajaran nggresulo. Kita dididik untuk menjadi orang yang pantang menyerah. Orang terate itu kalau bisa sing gedhe tirakate, harus banyak tirakat. Dalam hal apa saja. Gak kemrungsung (tenang). Tidak emosional, tidak gusar, tidak adigang adigung, adiguno (sombong).
Hari-hari orang SH Terate itu dipenuhi tirakat. Rialat dan selalu bersyukur menerima suratan Allah. Bagaimana cara orang SH Terate tirakat?
Tirakat orang SH Terate itu boleh dibilang sepanjang masa. Dalam kondisi apapun. Dalam situasi bagaimanapun. Contohnya saya ini. Saya ini yam as, ini mohon maaf. Saya orang berkeluarga. Saya punya istri, punya anak. Mestinya, sekarang ini saya mendampingi istri dan anak-anak. Tetapi mereka saya tinggal karena saya harus memenuhi kadang-kadang SH Terate. Saya tinggal istri saya sendiri, ini namanya tirakat, dalam sekala paling ringan. (saat memberi petuah ini posisi Ketua Umum SH Terate di padepokan, red).
Contoh lain, sehari ini saya sudah berniat hanya makan sekali. Biarpun saya dihadapkan makanan dari manapun saya tidak beli, saya tidak akan makan. Ada lagi contoh tirakat yang lain. Misalnya, selama satu minggu saya tidak akan makan kecuali jam 6 sore, saya baru makan. Kemudian malamnya saya berniat tidur paling lama 4 jam , besuknya lagi juga sudah tidak makan. Ini namanya jarang-jarangi, atau ngurang-ngurangi.
Niatnya bagaimana? Tidak perlu macam-macam. Niat tirakat untuk menjaring kasih Allah. Biar dikasihi Allah. Disayang Allah. Dengan begitu, kita akan merasa dekat dengan Allah. Sehingga hati ini merasa tenteram. Gelombang apapun yang dihadapi, dia akan mesem, gak akan gentar.
Tapi sayangnya orang sekarang ini sukanya instant. Seperti mie instant. Pingin makan mie tinggal masukkan ke gelas tuangkan air jadi mie, dan langsung makan tidak mau repot-repot. Tidak mau nanam dulu, tapi ingin langsung panen. Kalau mau nandur, mau nanam, hanya sedikit, tapi ingin panen yang banyak. Lho kalau begini, kamus dari mana kita bisa panen. Ndak ada kamus orang ndak mau nananm kok panen.
Kehidupan ini tersusun dari jalanan proses yang saling kait mengait. Sebelum hujan, prosesnya diawali dengan mendung. Sebelum malam, prosesnya diawali dari pagi dulu, kemudian siang, sore dan malam. Proses ini harus dilalui. Jangan seperti ingin makan mie instant. Dan kalau toh ingin makan mie instant, kita kan harus bekerja dulu agar dapat uang, kemudian dibelikan mie instant. Tidak serta merta, mie instant tersaji di depan mata, begitu kita menginginkannya.
Jadi kalau kita menginginkan sesuatu, harus berani tirakat. Berusaha keras, melalui tahapan demi tahapan. Melalui proses. Jangan hanya diam, duduk berpangku tangan dan hanya berdo’a saja. Laku itu tidak pas untuk orang SH Tetate. Kita tidak diajari seperti itu.
Kemudian, yang tidak boleh dilupakan, setiap proses membutuhkan keseimbangan keharmonisan. Sesuatu yang tidak seimbang, pasti menimbulkan dampak kurang baik. Karenanya, dalam kita bertirakat, keseimbangan proses ikhtiar lahiriah dan bathiniah harus dijaga. Tidak boleh berat sebelah.
Didikan di SH Terate itu mendidik jiwa. Yang kita bangun adalah jiwa itu butuh waktu. Butuh kesabaran dan kesempatan. Tidak sehari dua hari jadi. Tidak seperti membalik telapak tangan. Membangun fisik kuat bisa diformat dalam waktu sebulan dua bulan. Contohnya, melatih atlet. Melatih atlet bisa diformat dalam tenggang waktu tertentu. Dengan standarisasi. Tapi, membangun jiwa, memasukkan ajaran budi luhur, butuh waktu panjang dan terus menerus. Nah, yang kita bangun itu kedua-duanya. Jiwa dan raga. Lahiriah dan bathiniah. Kita diarahkan menjadi manusia berbudi luhur, tahu benar dan salah, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam jalinan persaudaraan kekal abadi.
Bagaimana orang berbudi luhur itu? Paling mudah orang berbudi luhur itu tidak dakwen salah open. Kita dididik untuk tidak mencampuri persoalan orang lain. Kita tidak usil. Selalu berfikiran positif.
Contohnya, ada kadang (warga SH Terate, red) datang ke rumah saya. Biarpun saya tahu dia berkeluarga, datang membawa anak wanita, saya tidak rebut, tidak akan nanya siapa perempuan itu. Kecuali kadang itu sendiri memperkenalkan. Paling banter saya hanya akan nanya, kepentingan apa dik.
Ini salah satu didikan kita. Kita tidak mau mencampuri urusan orang lain. Kecuali kalau orang itu, kadang itu minta saya menyelesaikan masalahnya. Minta tolong. Baru saya mohon maaf mengorek keterangan awal, sebagai bahan acuan dasar untuk mencarikan solusi atau jalan keluar.
Orang budi liuhur itu orang yang tidak iri dengki atas keberhasilan orang lain. Misalnya, ada orang lain bisa masuk pegawai negeri. Kita lantas dengki iri dan menduga-duga, ah itu berhasil karena membayar uang, istilahnya nyogok. Ndak boleh itu. Yang harus kita lakukan adalah, ikut senang melihat kadang SH Terate berhasil. Seneng jika melihat bisa beli mobil.
Jadi kita tabu ngurusi dan mencampuri urusan orang lain. Sebab itu akan membuat kita jadi resah sendiri. Hati jadi tidak tenang, tidak damai. Pancarkan sinar kasih. Yang ada di hati nurani kita hanya prasangka baik. Prasangka luhur. Sehingga, keluarnya pun luhur. Omong ya enak didengar. Gampang dimengerti. Ibarat ceret, kalau air dalam ceret itu jernih, ceretnya juga sering dibersihkan, dilap, keluar air dari gagangnya juga jernih. Tapi kalau airnya keruh, ceretnya tidak pernah dirawat, keluarnyapun keruh. Omong urakan seenaknya sendiri. Sikapnya juga urakan. Gak ngerti umpan papan (tidak paham situasi dan kondisi, red). Dupeh iso gelut (merasa memiliki kemampuan bisa berkelahi, red) tidak menghargai orang lain. Merasa dirinya paling super.
Yang saya sebut di atas itu, tirakat bathin. Karena batin kita juga butuh tirakat. Tirakat paling sederhana, selalu berpikiran baik pada orang lain. Gak demen ngrasani. Tidak suka mengumpat atau menggunjing. Jika ini yang kita lakukan, hati kita jadi bersih. Resik. Dan sihing Gusti Allah, pasti akan turun menyertai kehidupan kita.

Dikutip dari Tabloid Terate edisi 24

Senin, 04 Februari 2013

 



 Desain sementara jaket SH TERATE sub rayon Grogol

 

silahkan untuk saudara warga SH TERATE Ranting Banyakan dan Sub Rayon Grogol untuk mendowload file mentah berupa file Coreldraw X4 untuk mempermudah memodifikasi.


password: fakih

 
Skretariat: Dsn. Ringin Rejo -Grogol -kediri | Ketua Dewan Rayon: Mas Agus Hasanudin Fakih | Contact Person | email: pshtgrogol@gmail.com